Senin, 30 Mei 2011

Berpasangan Lebih Baik daripada Sendiri? Really..??!!

Udah lama ngga nge-blog.. entah kenapa beberapa hari ini tengah sibuk bersosialisasi dengan cara yang berbeda.. sedang sibuk membenahi hati dan perasaan yang sedang galau.. kalau ditanya masalahnya apa juga ngga bisa jelasin secara detail, tapi memang terasa ngga tenang, seperti ada pertanyaan yang tidak terjawab tapi bertanya pun sebenernya ngga berani..(bingung kan.. sama, saya juga). Mungkin akibat dari "kunjungan" saya ke Pengadilan Agama beberapa minggu terakhir yang bikin saya makin mengerutkan kening dan bertanya 'apa itu cinta?' 'apa itu komitmen?' 'apa itu rumah tangga?'.. mau sedikit sharing yang mudah-mudahan bisa jadi ventilasi bagi saya sendiri..

Karena satu kejadian saya harus datang ke Pengadilan Agama (PA), pastinya bukan untuk perceraian saya karena menikah pun saya belum kan.. dan semoga kelak jika saya akhirnya menikah saya tidak akan menyentuh yang namanya PA. Saya di panggil sebagai saksi untuk kasus perceraian, karena saya dianggap paling pas untuk salah satu gugatan yang diajukan.. ya intinya saya hanya harus menjelaskan kejadian yang melibatkan saya secara langsung.. Sebenarnya itu bukan hal yang sulit dan mungkin ngga jadi masalah.. tapi mungkin banyak yang ngga menyadari kalau itu sangat mempengaruhi jiwa saya. Saya sebagai wanita bekerja dengan usia yang dinilai sudah pantas untuk menikah (bahkan sudah pantas punya anak) menjadi bertanya pada diri sendiri dan mereka.. sebenarnya saya siapkah menikah kelak? Perlu menikah atau harus menikah?

Kasus perceraian di PA tempat saya datang kurang lebih 30 kasus setiap harinya (catat: itu baru satu PA!) dan konon katanya PA itu bukan termasuk PA yang ramai kasus.. 80% dari kasus perceraian dimiliki oleh pasangan dengan usia antara 25 - 35 tahun dengan usia pernikahan dibawah 10 tahun.. Kalau ditanya penyebab perceraiannya jawaban pertama bisa klasik "tidak ada kecocokan lagi" (terus kenapa sampai nikah?) walaupun di balik jawaban itu alesannya bisa seribu variasi dimulai dari masalah ekonomi, status, KDRT sampai masalah perselingkuhan. Pasangan muda berseliweran memasuki 4 ruang sidang yang tersedia, dengan muka para hakim yang tampak "eneg" dijejali kasus yang "serupa tapi tak sama" setiap hari.. Salah satu hakim anggota di ruang sidang yang saya masuki bahkan tertidur sewaktu kasus sedang dibicarakan..

Siapa sih yang salah kalau sampai ada 30 perceraian di satu PA setiap harinya? Pasangannya? Keluarganya?Mungkin ngga semua jadi benar-benar cerai, tapi katanya sebagian besar (80%) tetap bercerai meskipun tahapan mediasi harus tetap dilewati setiap pasangan apapun kondisinya.. Apa yang salah dengan menikah, apa yang membahayakan dari sebuah rumah tangga sampai-sampai banyak orang ngga betah berada didalamnya.. Mungkin salah ya kalau bayangan rumah tangga itu indah dan memberi ketenangan.. tapi kenapa Tuhan menciptakan kita berpasangan-pasangan yang katanya untuk saling melengkapi? kalau ternyata saat berdua masalah justru terasa bertambah? dan yang paling menyakitkan adalah saya sempat melihat anak kecil yang nangis karena harus hadir sebagai saksi kasus perceraian orang tuanya.. -sigh- gimana perkembangan jiwa anak itu nantinya, melihat orang tuanya saling membenci di saat dia butuh asupan cinta :(

Saya masih menyimpan keinginan untuk menikah walau saya jadi bertanya sepertinya itu karena dogma dan nilai sosial atau karena kebutuhan saya sebagai manusia..? atau karena niat ibadah aja? terlalu sok religius tampaknya.. Saya mencoba bergaul dengan seimbang, seorang teman kemarin bilang..'mencintai itu memang bukan untuk mendapatkan kebahagiaan, tapi untuk memberikan kebahagiaan, kalau dengan mencintai kamu mengharapkan dapat kebahagiaan itu berarti kamu belum mencintai tapi lebih tepatnya memanfaatkan' ~weits sadeesssh~

Ngga tau deh..ini tulisan ngaco, namanya juga orang galau...