Beberapa hari yang lalu tiba-tiba seorang teman dekat saya bertanya, "Sadar ngga sih Ndah kalo kita ini dididik dan hidup dalam ketakutan?"
"Dalam hal apa nih?" saya nanya balik dulu sambil mikir, karena berbicara sama temen saya yang satu ini terkadang menjadi begitu dalam dan ngga bisa sembarangan.
"Hampir di segala hal, gimana kita ditakut-takutin kalau berbuat salah nanti dihukum, kalau ngga ibadah nanti masuk neraka, kalau ngga nurut nanti dosa." jawab dia semangat.
"Tapi memang begitu kan hidup? semua ada konsekuensinya?" Saya masih nanya balik.
"Iya, itu pointnya 'konsekuensi' tapi bukan berarti harus menanamkan rasa takut, ngga bagus lagi kalau kita hidup dengan rasa takut.."
Kami diam sejenak, saya masih mencoba mencerna apa yang dia maksud, sampai akhirnya kita terlibat pembicaraan yang santai tapi dalam.. dan seperti yang sudah-sudah pembicaraan begini memang bikin saya jadi terus berpikir dan sekarang mau saya sharing..
Manusia cenderung takut menghadapi hari esok, takut untuk hal yang ngga pasti, takut menghadapi kematian, dan itu memang manusiawi.. Padahal saya pernah baca, ada sebuah penelitian mengatakan bahwa 80% ketakutan yang dimiliki manusia itu ngga penting untuk dipikirin.. Namun demikian rasa takut itu diciptakan Tuhan pasti ada maksudnya, manusia tanpa rasa takut jadinya bukan manusia lagi.. Untuk menjaga manusia dari hal-hal yang berbahaya dan agar lebih hati-hati, misalnya takut loncat dari lantai 10, takut kalau menyetir terlalu ngebut dan sebagainya..
Tapi dalam penerapannya memanfaatkan rasa takut memang menjadi 'tampak' salah.. bisa jadi maksud dan niatnya memang benar tapi cara yang salah menimbulkan efek yang kurang baik dalam beberapa hal.. Kata 'takut' sendiri condong bermakna negatif, dan mempunyai lawan kata 'berani' yang pastinya cenderung bermakna positive, tapi ngga semua penerapan kata takut bisa dilawan kata berani, ada yang harus dilawan dgn kata 'nekat' atau beberapa kata lain yang justru bisa lebih bermakna negative lagi..
Ingat ngga sih waktu kecil kita suka ditakut-takutin atau diancam biar nurut,
"Awas jangan kesitu nanti ada hantu"
"Kalau ngga ngerjain PR nanti papa kurung ya dikamar mandi"
"Kalau ngga nurut nanti ngga mama ajak main ke mall"
"Kalau bohong nanti hidungnya panjang kayak pinokio" (padahal yang ngomong aja udah bohong, harusnya hidung dia panjang duluan.. :p )
Kita, orang tua atau orang dewasa cenderung cari jalan pintas yang mudah biar anak kecil nurut, termasuk saya sendiri dalam mendidik keponakan saya. Karena memang repot dan buang waktu kalau harus menjelaskan dengan detail kepada anak kecil. Itu mungkin PR buat saya (kita) dan saya pun masih proses belajar, mencari cara yang tepat dan efisien tapi bukan mengancam apalagi menakut-nakuti.. Kasih tahu dengan bahasa anak-anak dan mudah dicerna, kenapa mereka harus melakukan sesuatu atau kenapa mereka dilarang..
Dalam beragama pun demikian, kita diajarkan untuk takut masuk neraka, takut berdosa, bahkan beberapa kali saya dengar kata 'takut Tuhan' ditempatkan dalam beberapa kalimat. Saya ngga bilang itu salah 100% tapi terkadang itu menjadi bertentangan dengan nilai-nilai keindahan saat kita mempelajari agama lebih dalam.
Kenapa kita cenderung diajarkan menjalankan ritual ibadah karena takut masuk neraka? bukan karena beribadah itu memang kebutuhan kita? Bahwa kita butuh berkomunikasi dengan Tuhan, Sang Pencipta yang paling tahu kita ini bagaimana, cara berkomunikasi itu salah satunya dengan ritual ibadah. Contoh kalau dalam islam mewajibkan kita untuk sholat 5 waktu, sebenarnya karena Tuhan tahu banget itu kita butuhkan, bukan sekedar dia mengharuskan, karena Tuhan tahu keterbatasan kita dan ada titik dimana kita diminta pasrah. Kita "diminta" mengingat tentang tujuan hidup dan berkomunikasi dengan-Nya hanya 25 menit dari 24 jam, kalau ada yang merasa kurang silakan lakukan ibadah sunnah, yang juga sudah disediakan tuntunannya.. karena itu ngga heran kalau ada bait puisi atau lagu yang bertanya” “jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau mau bersujud kepada-Nya?” dan jawabanya Pasti mau jika dan hanya jika bersujud itu adalah kebutuhan. Bersujud pasti akan terus dilakukan, jika manusia bisa merasakan nikmatnya bersujud..
Kenapa mesti takut sama Tuhan, Tuhan itu Maha Pengasih, Maha Penyanyang dan Maha Pengampun, Dia yang membuat kita ada, saya yakin Dia bertanggung jawab penuh untuk itu. Bukannya kita bisa mengadu, curhat, menangis sama Tuhan? How come kalau kita takut? Kita harus nurut bukan takut, tapi itupun untuk kebaikan kita bukan untuk siapa-siapa. Kenapa mesti takut mati? Karena ibadah yang belum sempurna? Memang kapan bisa sempurna? Sempurna untuk ukuran siapa? Konon kematian akan mempertemukan kita dengan Sang Pencipta.. kenapa mesti takut jika ditanya “Siapkah mati hari ini?” Mungkin itu sesuatu yang tidak pasti, kita tidak tahu kapan akan mati.. tapi yang pasti tidak mungkin adalah kalau kita tidak mati.. Tapi sekali lagi saya bilang, ini bukan salah, tapi mungkin penggunaan kata yang ngga tepat..
Waktu saya nonton film "Eat, Pray and Love" saat ada adegan Julia Robert bingung bagaimana cara berkomunikasi dengan Tuhan, bagaimana dia mau mengadu pada Tuhan untuk masalah yang dia ngga ngerti tapi dia bingung memulainnya, disitu saya tersadar untuk bersyukur sekali menjadi orang yang beragama, bahwa saya punya cara berkomunikasi dengan Tuhan yang sudah diajarkan dari kecil, begitu juga dengan agama lain yang punya cara masing-masing dan harus dihargai.. Itulah salah satu perbedaan besar orang yang beragama dan tidak, orang yang tidak beragama pada umumnya tetap percaya Tuhan, setidaknya mereka percaya ada “kekuaatan besar” yang mencipatkan alam, tapi mereka akan bingung saat harus berkomunikasi dengan Sang Pencipta yang dia yakini ada, saat begitu banyak pertanyaan yang tidak bisa terjawab.
Disamping itu, makna ibadah itu sendiri sebenarnya luas.. Ibadah itu bukan sekedar sholat dan mengaji, bukan sekedar pergi ke gereja dan baca alkitab.. Karena itu penerapan yang kurang tepat dalam memberikan pengertian ibadah kepada anak-anak cenderung terbawa sampai tua. Banyak dari kita (saya salah satunya) yang melakukan sholat hanya sebagai penggugur kewajiban, bukan kebutuhan berkomunikasi dengan Tuhan. Banyak dari kita (termasuk saya) yang terus sibuk bertanya “apakah sholat saya diterima?” daripada bertanya “apakah hidup saya sudah berguna?”
Perlahan saya akan berusaha untuk melepaskan rasa takut yang ada, saya akan terus belajar untuk melepaskan ketakutan saya akan sesuatu yang tidak pasti, ketakutan akan kejadian hari esok.. Tulisan ini bisa jadi salah untuk sebagian orang, tapi saya berusaha untuk tidak takut salah karena saya manusia..
Note:
Tulisan iseng ini dibuat di dalam mikrolet M-19 tadi pagi (16092011).. berusaha menikmati kemacetan Jakarta tanpa mengeluh dan rasa suntuk..thanks buat mas nyoman yang sudah sharing mengenai rasa 'takut'